Dalam pemahaman saya, tugas utama seorang guru adalah membagikan ilmu yang
dimiliki kepada peserta didik. Satu paket dengan tugas itu, maka guru sekaligus
menjadi panutan dan pemberi petunjuk dalam bersikap untuk membentuk karakter
siswa. Kita semua tentu sudah sangat mahfum dengan hal ini. Tidak heran jika
seorang guru disebut-sebut sebagai sosok yang digugu lan ditiru.
Dalam pelaksanaannya, ada guru yang mengambil stereotype jenis Mak Lampir. Guru yang bersangkutan mengambil peran
sebagai penegak disiplin dan menakutkan bagi siswa. Ketakutan pada kemarahan guru jenis ini membuat
siswa menahan diri melakukan kesalahan. Meskipun sejauh pengamatan saya, siswa
sangat menikmati saat-saat guru yang bersangkutan marah. Malah seringkali
dengan sengaja siswa memancing emosi guru demi melihat beliau marah.
Ada pula jenis guru yang
mengambil peran sangat longgar. Ia tidak masalah siswa bersikap tidak sopan
padanya. Yang penting kurikulum yang harus disampaikan selesai. Habis perkara.
Tidak peduli pelajaran yang diberikan masuk atau tidak. Tidak peduli pada
karakter siswa. Baginya, itu tugas wali kelas dan orang tua.
Syukurlah masih banyak pula
guru-guru yang berusaha menyampaikan ilmunya dengan menarik dan berkarakter.
Selain mengajarkan ilmu, ia juga mengajarkan karakter baik pada anak. Ia sangat
menyayangi anak-anak yang berusaha mengerjakan soal ujian dengan jujur. Jikalau
si anak mengalami kegagalan dengan berbagai sebab, dengan tekun guru jenis ini
membantu sampai si anak lulus. Biasanya, guru jenis ini secara otomatis juga
disayangi siswa dan diteladani sikapnya.
Akhir-akhir ini, mulai
bermunculan guru-guru yang tidak hanya eksis di kelas dan di sekolah. Guru-guru mulai eksis juga di media sosial
dan media cetak. Baik itu
melalui tulisan di surat kabar maupun buku. Kondisi ini sangat menggembirakan. Komunitas
guru jumlahnya sangat besar. Masing-masing berasal dari berbagai disiplin ilmu
dan memiliki berbagai pengetahuan pendukung. Jika setiap guru menghasilkan satu
saja tulisan dan diterbitkan, alangkah meriahnya dunia literasi kita. Bisa jadi
kelak akan kita miliki penulis-penulis yang mendunia dari profesi guru.
Guru yang menulis juga dapat
memotivasi siswa. Menembus media cetak dan menerbitkan buku bukan perkara
mudah. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Mulai konten, EYD,
orisinalitas sampai kekinian. Semua membutuhkan proses yang tidak singkat.
Bahkan sering terjadi seorang penulis membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum
tulisan pertamanya berhasil terbit. Terlebih jika penulis bukan berasal dari
disiplin ilmu kebahasaan. Sementara, lulusan jurusan bahasa belum tentu bisa
menghasilkan tulisan.
Keberhasilan seorang guru
menembus media cetak menjadi sebuah nilai tambah yang membanggakan, menambah
rasa percaya diri dan bisa menjadi sebuah bahan ketika ingin berbagi inspirasi
dengan siswanya. Saya sudah menemukan beberapa teman guru yang telah berhasil
menerbitkan tulisannya, kemudian membagi pula pengalamannya itu kepada siswa.
Sungguh, semangat itu kemudian menular. Siswa yang tadinya melihat menjadi
penulis adalah profesi yang tidak mungkin, bisa berubah pikiran dan mulai
menulis. Guru jenis ini biasanya dengan senang hati memfasilitasi dan membantu
siswanya sampai siswa berhasil menerbitkan tulisannya. Suasana belajar yang terbentuk
dari proses seperti ini tentu sangat menyenangkan.
Selain bermanfaat
dalam membangun bonding dengan siswa,
tulisan yang dihasilkan seoran guru bisa menjadi nilai tambah secara pribadi.
Bagi PNS, karya tulis memiliki nilai khusus dalam penilaian angka kredit.
Menyambung wejangan
Prof. Dr Sri-Edi Swasono, tiga hal yang bisa membuat kita menjadi manusia yang
lebih baik adalah membaca, belajar dan menulis. Jadi, jangan tunda lagi.
Menulislah. Mulailah dari hal-hal kecil di sekitar anda. Mulailah dari sebuah
buku diari kecil, tempat anda curahkan catatan tentang murid-murid hebat anda. Tentang
anda dan keluarga. Perasaan-perasaan anda. Menulislah. Bagikan inspirasi anda.
Penulis adalah pengajar di SMK
Negeri 3 Batu dan SMP Tamansiswa Batu
(Tulisan ini dimuat di tabloid Suara Pendidikan kota Batu, Jawa Timur pada edisi minggu kedua bulan Juni 2013. Post here as a reminder)
Sist, mampir ke blog ku ya. Heheheh liburan mau merawat blogku yang enggak kopen.
BalasHapussip b^^
Hapussaya juga baru bisa memulai perawatan :p
sip teruslah menulis bu Guru...
BalasHapusTerima kasih. Insya Allah terus menulis.
Hapus