Blok pertama saya akhiri dengan sebuah rumah yang dari jalan
beraspal, memiliki jalan masuk tersendiri. Jalan masuk itu panjangnya sekitar
25 meter. Kanan kiri jalan semua rumah kosong. Syukur saya datangnya sore.
Kalau malam, mungkin akan terasa horor. Dan yang terkenal dari rumah itu adalah
the dogies.
Benar saja. Begitu menekan bel, datanglah dua makhluk
penyambut. Tidak bawa bendera, apalagi kalungan bunga. Tetapi bawa gigi-gigi
runcing dan gonggongan meyakinkan. Ukurannya juga lumayan.
Saya selama hidup tidak pernah memelihara anjing. Tetapi
entah kenapa, pada episode hidup di kampus, saya sering dapat anak les yang
memelihara anjing di rumahnya. Kalaupun tidak, biasanya di sekitar rumahnya
banyak anjing yang dibiarkan berkeliaran. Ukurannya beragam. Mulai yang imut
tapi tampangnya galak, ada yang pudel, bahkan ada yang ketika ia menunduk tuh
kepalanya setinggi pinggang saya. (tinggi saya 147 cm, jadi jika anjing itu
berdiri dengan kedua kaki belakangnya, ia pasti lebih tinggi dari saya.)
Akibat kondisi anak-anak les itu, saya terbiasa untuk
bersikap tenang meskipun ada anjing berkeliaran di sekitar saya. Anjing
menggonggong, Agustina harus tetap berlalu. (Walau hati dan jantungnya sudah
turun sampai perut dan siap pingsan setiap saat. Syukur tidak pernah sampai
pingsan dalam kondisi itu.)
Jadi, ketika gerbang dibukakan dan saya disambut oleh
Majikannya si anjing, saya tetap senyum dan bersalaman dengan beliau. Saat kami
melangkah masuk rumah, kedua anjing tetap melompat-lompat dan berjalan
mengelilingi saya. Sungguh, berjuta rasanya. Saya masih berusaha tetap tenang.
Pertimbangannya begini:
1.
Jika saya halau, bisa saja si anjing justru akan
menghajar saya.
2.
Jika saya sengaja sentuh, belum tentu si anjing
bakal ramah. Bisa saja si anjing justru akan menghajar saya.
Hasilnya sama kan? Jadi bersikap tenang saja adalah pilihan
terbaik. Puncaknya, salah satu anjing mengendus tangan kiri saya. Terasa
lendirnya sempat nempel. Wahhh .... ini. Masalah.
Pak Responden menyadari itu dan segera menghalau anjingnya,
disuruh masuk. Kedua makhluk itu pergi dengan bersuara unik, yang di telinga
saya terdengar seperti dua anak super aktif sedang bersungut-sungut.
“Kok bisa tenang menghadapi anjing?” tanya beliau heran.
“Anak les saya dulu banyak yang punya anjing, Pak.” Jawab
saya kalem. Beliau tersenyum dan sensus berjalan lancar di rumah itu.
For your information,
meski beliau tinggal di segmen pertama dan blok pertama saya, tetapi beliau
adalah penutup dari seluruh rangkaian sensus yang saya kerjakan. Padahal sejak
awal bulan saya kontak beliau, tetapi masih sibuk terus. Justru di hari
terakhir, beliau yang menelepon saya, minta disensus.
Hidup memang penuh kejutan, ya.
Kejutan apalagi yang saya dapatkan? Sesi berikutnya ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar