Saat tiga minggu pertama sensus berlangsung, saya sedang
sibuk-sibuknya di sekolah karena menjadi panitia Ujian Akhir Semester Genap
alias Ujian Kenaikan Kelas. Saat yang sama, anak-anak les juga minta waktu
ekstra untuk memaksimalkan ujian di sekolahnya masing-masing. Plus dapat order
tulisan dan banyak tugas kuliah. Jadi seringkali saya baru bisa melakukan
sensus sore sampai malam hari.
Masalahnya, sebagian besar warga kampung saya adalah
karyawan, yang inginnya saat malam hari tidak diganggu. Jadi, tantangan untuk
mengatur waktu sebaik-baiknya besar.
Sensus malam, artinya ada yang ngajak cepat-cepat biar bisa
segera melanjutkan istirahat. Ada pula yang berlama-lama ngajak ngobrol,
disuguhi cemilan dan bahkan ada yang curhat segala.
Tetapi ada salah satu rumah yang memberi saya kejutan.
Saat saya ketuk pintu rumahnya, beliau bukakan pintu.
“Maaf, bapak, minta waktu sebenar. Saya petugas Sensus
Ekonomi...”
“Tidak bisa!”
Langsung tuh pintu ditutup dan dikunci di depan muka saya.
Hmmm... masih jam 7 malam. Orang sebelah yang sudah sepuh, pengusaha, dan punya
dua pabrik saja mau menemui saya. Lah ini yang orangnya terkenal sebagai lelaki
penunggu rumah malah banting pintu.
Yahh. Belum saatnya. Timing-nya
tidak tepat. Atau carilah alasan lain untuk mendinginkan hati.
Yang jelas, besoknya saya sudah bisa tertawa. Akhirnya saya
merasakan penolakan itu. Loh, jika mengingat tujuan awal saya mengajukan diri,
pengalaman seperti ini sangat berharga.
Tentu kejutan tidak berhenti di situ. Apa kejutan yang lain?
Tunggu ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar