Selasa, 05 Maret 2013

Mendapat Teman-teman yang Dasyat

Hari Minggu, tanggal 3 Maret 2013 saya mengikuti kegiatan Seminar Gerakan Guru Menulis yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI).
Sebelumnya, saya sudah mengenal IGI dan beberapa teman di dalamnya, meskipun lebih banyak di dumay. Bertemu muka dengan beliau-beliau, ternyata jauh lebih heboh dari apa yang saya harapkan dari sebuah seminar menulis yang diselenggarakan di kota Batu.
Pertama, respon peserta. Sejak datang saya sudah diberitahu bahwa puluhan peserta mundur karena ditugaskan menjadi pengawas pada sebuah try out. Kebetulan di hari dan waktu yang sama dilaksanakan Try Out yang dilaksanakan oleh sebuah partai politik. Tapi teman-teman tetap optimis. Syukurlah, meski tidak penuh total, kegiatan tetap berlangsung meriah.
Kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh Bapak Yasin, salah satu pengurus IGI. Dengan gaya yang santai dan khas guru masa kini, beliau memperkenalkan IGI. Sebagian peserta yang aktif di dumay nampak tidak asing. Tetapi sebagian peserta baru tahu bahwa ada organisasi profesi guru selain PGRI. Organisasi aktif pula dan bergerak terutama di bidang menulis dan IT. Sangat berbeda.
Pembicara kedua, Bapak Eko Prasetyo, salah satu pendiri IGI. Ternyata, yang ini benar-benar serius tidak saya duga, bahwa Pak Eko adalah editor Jawa Pos. Dengan gaya bicara yang sangat dinamis, beliau memaparkan pentingnya seorang guru menulis. Melihatnya, saya terkagum-kagum. Nyatanya, dengan jam kerja mulai jam 5 sore sampai jam 1 pagi, Pak Eko masih menulis buku. Buku terbarunya berjudul Rumah Kartu, berisi puisi-puisi yang sebagian ditulis sebagai hadiah ulang tahun untuk istrinya. So sweet. Satu statemen yang sangat mencambuk saya adalah: "Guru yang mencintai profesinya adalah guru yang menulis".
Pembicara berikutnya, Bunda Istiqomah, atau yang lebih saya kenal sebagai Bunda Faradyna. Yang satu ini memang guru lokal Batu, yang telah menulis puluhan buku dan masih akan terus menulis. Kegiatan yang sedang gigih dilakukan adalah menyebarkan semangat menulis kepada teman-teman guru. Bunda Fara menggambarkan menulis adalah seperti ketika kita membuang urine. Semakin banyak minum, semakin banyak urine yang dikeluarkan. Semakin bermutu yang diminum, semakin bermutu pula urine yang dikeluarkan.
Pembicara terakhir adalah Gus Mus, kepala SMA An Nuqoyyah di Madura. Sekolah yang dulunya biasa saja, sekarang menjadi luar biasa berkat kepemimpinan beliau. Beliau berbagi pengalaman tentang menumbuhkan minat baca di kalangan peserta didik. Kembali bara yang dilemparkan kepada saya, karena saya juga tengah berkutat dengan perpustakaan. 
Sesi tanya jawab berlangsung sangat meriah. Di sesi ini baru ketahuan ada peserta yang datang jauh dari Tarakan dan Pasuruan. Wow.
Lepas dari itu semua, saya dan teman-teman peserta menjadi bersemangat. Seolah tak sabar menantikan pertemuan-pertemuan berikutnya. Bukan hal mudah memulai menulis, tetapi ketika sudah punya darah dan semangat itu, Insya Allah tidak ada yang sulit. Ketika ada guru-guru penulis-penulis hebat yang bersedia mendampingi, ikuti saja. Sungguh, hobi dan pertemanan ini tidak merugikan. Saya sangat bersyukur mendapatkan teman-teman yang dasyat.