Jumat, 21 Juni 2013

BERBAGI INSPIRASI DENGAN MENULIS


Dalam pemahaman saya, tugas utama seorang guru adalah membagikan ilmu yang dimiliki kepada peserta didik. Satu paket dengan tugas itu, maka guru sekaligus menjadi panutan dan pemberi petunjuk dalam bersikap untuk membentuk karakter siswa. Kita semua tentu sudah sangat mahfum dengan hal ini. Tidak heran jika seorang guru disebut-sebut sebagai sosok yang digugu lan ditiru.
Dalam pelaksanaannya, ada guru yang mengambil stereotype jenis Mak Lampir. Guru yang bersangkutan mengambil peran sebagai penegak disiplin dan menakutkan bagi siswa. Ketakutan pada kemarahan guru jenis ini membuat siswa menahan diri melakukan kesalahan. Meskipun sejauh pengamatan saya, siswa sangat menikmati saat-saat guru yang bersangkutan marah. Malah seringkali dengan sengaja siswa memancing emosi guru demi melihat beliau marah.
Ada pula jenis guru yang mengambil peran sangat longgar. Ia tidak masalah siswa bersikap tidak sopan padanya. Yang penting kurikulum yang harus disampaikan selesai. Habis perkara. Tidak peduli pelajaran yang diberikan masuk atau tidak. Tidak peduli pada karakter siswa. Baginya, itu tugas wali kelas dan orang tua.
Syukurlah masih banyak pula guru-guru yang berusaha menyampaikan ilmunya dengan menarik dan berkarakter. Selain mengajarkan ilmu, ia juga mengajarkan karakter baik pada anak. Ia sangat menyayangi anak-anak yang berusaha mengerjakan soal ujian dengan jujur. Jikalau si anak mengalami kegagalan dengan berbagai sebab, dengan tekun guru jenis ini membantu sampai si anak lulus. Biasanya, guru jenis ini secara otomatis juga disayangi siswa dan diteladani sikapnya.
Akhir-akhir ini, mulai bermunculan guru-guru yang tidak hanya eksis di kelas dan di sekolah. Guru-guru mulai eksis juga di media sosial dan media cetak. Baik itu melalui tulisan di surat kabar maupun buku. Kondisi ini sangat menggembirakan. Komunitas guru jumlahnya sangat besar. Masing-masing berasal dari berbagai disiplin ilmu dan memiliki berbagai pengetahuan pendukung. Jika setiap guru menghasilkan satu saja tulisan dan diterbitkan, alangkah meriahnya dunia literasi kita. Bisa jadi kelak akan kita miliki penulis-penulis yang mendunia dari profesi guru.
Guru yang menulis juga dapat memotivasi siswa. Menembus media cetak dan menerbitkan buku bukan perkara mudah. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Mulai konten, EYD, orisinalitas sampai kekinian. Semua membutuhkan proses yang tidak singkat. Bahkan sering terjadi seorang penulis membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum tulisan pertamanya berhasil terbit. Terlebih jika penulis bukan berasal dari disiplin ilmu kebahasaan. Sementara, lulusan jurusan bahasa belum tentu bisa menghasilkan tulisan.
Keberhasilan seorang guru menembus media cetak menjadi sebuah nilai tambah yang membanggakan, menambah rasa percaya diri dan bisa menjadi sebuah bahan ketika ingin berbagi inspirasi dengan siswanya. Saya sudah menemukan beberapa teman guru yang telah berhasil menerbitkan tulisannya, kemudian membagi pula pengalamannya itu kepada siswa. Sungguh, semangat itu kemudian menular. Siswa yang tadinya melihat menjadi penulis adalah profesi yang tidak mungkin, bisa berubah pikiran dan mulai menulis. Guru jenis ini biasanya dengan senang hati memfasilitasi dan membantu siswanya sampai siswa berhasil menerbitkan tulisannya. Suasana belajar yang terbentuk dari proses seperti ini tentu sangat menyenangkan.
Selain bermanfaat dalam membangun bonding dengan siswa, tulisan yang dihasilkan seoran guru bisa menjadi nilai tambah secara pribadi. Bagi PNS, karya tulis memiliki nilai khusus dalam penilaian angka kredit.
Menyambung wejangan Prof. Dr Sri-Edi Swasono, tiga hal yang bisa membuat kita menjadi manusia yang lebih baik adalah membaca, belajar dan menulis. Jadi, jangan tunda lagi. Menulislah. Mulailah dari hal-hal kecil di sekitar anda. Mulailah dari sebuah buku diari kecil, tempat anda curahkan catatan tentang murid-murid hebat anda. Tentang anda dan keluarga. Perasaan-perasaan anda. Menulislah. Bagikan inspirasi anda.




 Penulis adalah pengajar di SMK Negeri 3 Batu dan  SMP Tamansiswa Batu 
(Tulisan ini dimuat di tabloid Suara Pendidikan kota Batu, Jawa Timur pada edisi minggu kedua bulan Juni 2013. Post here as a reminder)

Bumerang Bernama Buku Tatib

Beberapa sekolah menerapkan buku bernama buku Tatib. Niatan awal memang untuk mendisiplinkan siswa. Banyaknya pelanggaran dan catatan pointnya akan menjadi salah satu pertimbangan perlakuan kepada siswa. Maksud saya, siswa dengan point pelanggaran melebihi sekian puluh, akan mendapat surat peringatan pertama. Jika terus menabung pelanggaran, SP2 turun. Jika masih berlanjut, bisa diskors. Setelah sekian ratus, akan dikembalikan kepada orang tua, dan sebagainya.
Jika peraturan ini diterapkan secara konsisten, mungkin tidak banyak masalah. Kenyataannya, surat peringatan itu tidak berpengaruh banyak pada siswa. Pada sekolah dengan siswa berkesadaran tinggi dan berorientasi masa depan, mereka akan keder mendapati punya point pelanggaran. mereka akan bangga jika point pelanggarannya nol. Tetapi jika siswa adalah sekelompok anak bengal, yang justru bangga dengan semakin banyaknya point pelanggaran, perlu dikaji ulang kegunaan buku ini. Terlebih jika sekolah termasuk sekolah dengan minim siswa. Bisa terjadi siswa dengan point ratusan tetap dipertahankan. Ini jelas melanggar peraturan itu sendiri. Yang terjadi pada siswa, mereka semakin menyepelekan guru dan tata tertib sekolah.
Jadi, sebelum memutuskan penggunaan buku catatan pelanggaran siswa, pikirkan kembali baik-buruknya. Lihat dulu kondisi siswa anda.
Saya sendiri berkeyakinan, catatan prestasi, setiap pencapaian dan peningkatan baiknya perilaku siswa akan lebih berguna bagi siswa itu. Reward akan lebih diingat siswa daripadan punishment.
Jadi, mau pilih yang mana?

Selasa, 18 Juni 2013

SUPPORT CIRCLE

Keep writing, that's your wings to fly.
Nice support from Eryunpas Setya Nurlaksono. Thanks, Bro. that's mean a lot for me. Good luck with the field you choose and chosen.
Ini status yang saya tulis di akun facebook untuk mengakhiri aktifitas, sekaligus menuliskan pelajaran hari ini. Saya bersyukur punya teman seperti Eryun, yang bisa mensupport saya di dunia yang saya pilih. Meski dia bukan satu-satunya. Saya merasa saat ini berkembang diantara orang-orang hebat, seperti Bunda Faradyna Istiqomah, Pak Eko Prasetyo, Ditra AK, bahkan murid-murid saya seperti Lani Aremanita dan Ismy Azzira. Saya bahkan dapat support juga dari orang yang tertarik membaca, tetapi masih dalam proses pembakaran menuju berani menulis Nurlia Paraspatty.  Tak lupa dengan Rahmat Kadepe yang menjadi teman curhat paling setia.  :)
Sungguh, tidak mudah menemukan orang-orang yang menghargai pilihan kita, bahkan memberikan support.  Tetapi yakinilah, jika kita terus menjadi pembelajar yang baik, terus berusaha dan terus memberikan bukti nyata, unsupported people  itu akan tahu juga bahwa mereka salah.