Rabu, 29 Juni 2016

SE 2016 SESI 6

Blok pertama saya akhiri dengan sebuah rumah yang dari jalan beraspal, memiliki jalan masuk tersendiri. Jalan masuk itu panjangnya sekitar 25 meter. Kanan kiri jalan semua rumah kosong. Syukur saya datangnya sore. Kalau malam, mungkin akan terasa horor. Dan yang terkenal dari rumah itu adalah the dogies.
Benar saja. Begitu menekan bel, datanglah dua makhluk penyambut. Tidak bawa bendera, apalagi kalungan bunga. Tetapi bawa gigi-gigi runcing dan gonggongan meyakinkan. Ukurannya juga lumayan.
Saya selama hidup tidak pernah memelihara anjing. Tetapi entah kenapa, pada episode hidup di kampus, saya sering dapat anak les yang memelihara anjing di rumahnya. Kalaupun tidak, biasanya di sekitar rumahnya banyak anjing yang dibiarkan berkeliaran. Ukurannya beragam. Mulai yang imut tapi tampangnya galak, ada yang pudel, bahkan ada yang ketika ia menunduk tuh kepalanya setinggi pinggang saya. (tinggi saya 147 cm, jadi jika anjing itu berdiri dengan kedua kaki belakangnya, ia pasti lebih tinggi dari saya.)
Akibat kondisi anak-anak les itu, saya terbiasa untuk bersikap tenang meskipun ada anjing berkeliaran di sekitar saya. Anjing menggonggong, Agustina harus tetap berlalu. (Walau hati dan jantungnya sudah turun sampai perut dan siap pingsan setiap saat. Syukur tidak pernah sampai pingsan dalam kondisi itu.)
Jadi, ketika gerbang dibukakan dan saya disambut oleh Majikannya si anjing, saya tetap senyum dan bersalaman dengan beliau. Saat kami melangkah masuk rumah, kedua anjing tetap melompat-lompat dan berjalan mengelilingi saya. Sungguh, berjuta rasanya. Saya masih berusaha tetap tenang.
Pertimbangannya begini:
1.       Jika saya halau, bisa saja si anjing justru akan menghajar saya.
2.       Jika saya sengaja sentuh, belum tentu si anjing bakal ramah. Bisa saja si anjing justru akan menghajar saya.
Hasilnya sama kan? Jadi bersikap tenang saja adalah pilihan terbaik. Puncaknya, salah satu anjing mengendus tangan kiri saya. Terasa lendirnya sempat nempel. Wahhh .... ini. Masalah.
Pak Responden menyadari itu dan segera menghalau anjingnya, disuruh masuk. Kedua makhluk itu pergi dengan bersuara unik, yang di telinga saya terdengar seperti dua anak super aktif sedang bersungut-sungut.
“Kok bisa tenang menghadapi anjing?” tanya beliau heran.
“Anak les saya dulu banyak yang punya anjing, Pak.” Jawab saya kalem. Beliau tersenyum dan sensus berjalan lancar di rumah itu.
For your information, meski beliau tinggal di segmen pertama dan blok pertama saya, tetapi beliau adalah penutup dari seluruh rangkaian sensus yang saya kerjakan. Padahal sejak awal bulan saya kontak beliau, tetapi masih sibuk terus. Justru di hari terakhir, beliau yang menelepon saya, minta disensus.
Hidup memang penuh kejutan, ya.

Kejutan apalagi yang saya dapatkan? Sesi berikutnya ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar